Selasa
tanggal 10 november kembali kami kembali
melaksanakan perkulaiahan filsafat ilmu
program studi pendidikan S2 matematika kelas A angkatan tahun 2015. Kuliah
seperti biasa dilaksanakan pada pukul 11.10-12.50 digedung lama pascasarjana
ruang 305B sebelum memulai perkuliahan bapak Prof.Dr. .Marsigit, Ma
mempersilahkan kami mengambil selembar kertas untuk melaksanakan tes jawab
singkat. Setelah melaksanakan tes jawab singkat perkuliahan dimulai dengan
berdoa terlebih dahulu. Hari ini perkuliahan akan membahas mengenai fenomena
comte.
Bagi kami yang asing mendengar
istilah ini tentu kebingungan mengenai apa yg dimaksudkan dengan fenomena
comte. Fenomena comte disini dimaksudkan ketika mulai terhanyut dengan
kebutuhan duniawi dan sangat tidak bisa terlepas dari kebutuhan tersebut.
sebagai contoh kita tentu tidak bisa terlepas dari yang namanya handphone.
Secara sadar atau tidak, handphone telah duduk diposisi tingaktan kebutuhan
primer bagi kita. mungki pada zaman sekarnag ini kita lebih memilih ketinggalan
dompet daripda handphone. Selain kebutuhan komunikasi dari handphone itu
sendiri kebutuhan bersosialisasi lewat bebagai sosial media juga telah memenuhi
diri kita. mulai dari BBM, Whatsap, line, Instagram, path, twitter dan
sebagainya. Yang kadang membuat kita lupa akan dunia sekitar kita dan
lingkungan sosial kita. sebaik-baiknya
manusia adalah yang mampu menempatkan dirinya dengan tepat ruang dan
waktunya. Jangan sampai kebutuhan akan duniawi membuat kita lupa akan kewajiban
kita yang sesungguhnya.
Setelah mngerti akan apa itu fenomena comte perkuliahan dilajutkan dengan Tanya jawab antara mahasiswa dan bapak Prof D.r Marsigit, M.A. petanyaan pertama ditanyakan oleh nur afni, berdasarkan tes yang telah dilakukan sebelumnya Apakah soal-soal dari test jawab singkat Filsafat merupakan soal open-ended?. Adanya soal-soal yang diberikan sebenarnya memiliki beberapa fungsi, diantaranya. Mengadakan yang mungkin ada, Memikirkan yang belum terpikirkan, ntrospeksi apakah seseorang sudah benar-benar memahami atau belum. Untuk dapat menjawab soal-soal tersebut maka diperlukan berbagai sudut pandang (tidak hanya terbatas pada satu sudut pandang saja). Karena pada hakekatnya manusia itu multifaset (saling melakukan interaksi) sehingga mendapatkan banyak pengalaman dengan berbagai sudut pandang yang ada. Jawaban dari soal-soal yang telah dibuat bersifat Hikon (mewakili dunianya. Hanya para dewalah yang mampu menjawabnya secara keseluruhan. Dewa tergantung akan dimensinya. Sebenarnya hakekat Dewa terdapat pada beda umur, beda pengalaman, beda dimensi. Seseorang menjadi dewa bagi dirinya sendiri ketika dia telah berubah dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Namun kenyataan yang sering terjadi saat ini adalah kebanyakan orang terhantui oleh mitos karena mereka tidak faham. Untuk itulah manusia dituntut untuk terus berfikir agar tidak terjebak pada ruang dan waktu yang gelap sehingga akan terjebak mitos. Agar dapat menembus ruang dan waktu sesuai komunitasnya maka yang harus dilakukan oleh seorang dewa adalah melepas baju kedewaannya agar tidak menakut-nakuti atau menimbulkan kehancuran. Seperti contohnya Bapak Presden Jokowi yang ingin bertemu dengan sang Dewa yaitu Obama maka beliau harus memakai jas dan dasi jika hanya menggunakan batik maka beliau hanya akan dianggap sebagai kaum Tribal. Karena pada kenyataanya batik belum bisa menjadi universal value (sesuatu yang dipegang powernow). Dalam artian batik belum bisa menembus dunia internasional (dunia powernow), masih sebatas dunia lokal. Untuk menjadi universal value maka diperlukan proses dan perjuangan yang lama. Seperti halnya Fenomena Comte yang tidak bisa dihindari oleh manusia yaitu tidak semudah itu untuk mengharamkan atau menghilangkan rokok di dunia ini karena ada para petani tembakau yang menggantungkan hidupnya dari tanaman tembakau. Kemudian di negara powernow akan sulit untuk menghilangkan senjata karena di sana terdapat pabrik senjata (senjata dapat digunakan untuk aksesoris, hadiah, mempertahankan diri). Kembali lagi kepada soal-soal filsafat. Soal-soal filsafat itu sebenarnya adalah soal yang berstruktur. Terdapat 1001 jawaban tetapi harus terplih (reduksi) agar manusia dapat memahaminya.
Pertanyaan kedua ditanyakan oleh
atik ulin Apakah batasan seseorang dapat dikatakan sebagai sufi? (Atik
Lutfi Ulin Ni’mah). Berbicara mengenai sufi maka kita berbicara pada tingkat
spiritual. Seorang sufi itu sebenarnya mencoba mencarimetode berdoa yang
disesuaikan dan dikembalikan secara otentik sesuai dengan yang dilakukan.
Seperti contohnya bagaimana kita menyakini, bagaimana kita menghormati para
Nabi yang kita yakini sesuai ajaran kita masing-masing yang pada kenyataannya
para Nabi tersebut sudah meninggal. Jika hanya sekedar hormat saja itu baru
pada tahapan adab untuk berdo’a. Sesuai dengan cerita para sahabat pada zaman
dahulu. Pada zaman dahulu ketika para sahabat sedang berkumpul dengan para
Nabi, ada salah satu sahabat yang berkata kepada Nabi, “ Saya ingin mengetahui
sebenar-bear dirimu, saya ingin mengetahui sebenar-benar wajahmu, Wahai
Rosululloh”. Rosululloh pun menjawab, “Tengoklah pada telinga putriku,
Fatimah”. Semua sahabat pun menengok dan melihat pada telinga Fatimah, yang
mereka temukan hanya gelap, gelap dan gelap. Namun ada salah satu sahabat Rosul
yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq yang tidak ikut menengok pada telinga Fatimah.
Rosululloh pun menanyainya. Abu Bakar pun menjawab bahwa dia tidak perlu
menengok dan melihat pada telinga Fatimah, setiap hari ketika tidur, akan
tidur, mau makan dan dalam keadaan apapun maka dia akan melihat wajah
Rosululloh sedang, akan dan selalu. Rosululloh merupakan murid Malaikat Jibril
dan Malaikat Jibril adalah utusan Tuhan. Dari Tuhan mengalirlah sinar-sinar
yang diyakini oleh para ulama sehingga lahirlah Ahlu Sunnah Waljama’ah. Seperti
ibaratnya jika kita ingin mempunyai energi listrik maka kita tidak perlu datang
kepada pembangkit listrik, tidak perlu melihat matahari secara langsung, cukup
kita mencolokkan ke stop kontak yang ada. Itulah peran para sufi, para ulama
sebagai pembawa wasilah (guru spiritual yang sifatnya tersembunyi). Dunia dan
akherat memiliki guru masing-masing untuk menertibkan, membetulkan dan
menyakinkan para manusia. Jadi janganlah berlaku sombong, mencoba untuk
introspeksi diri, berusaha dekat dengan sufi. dengan para ulama agar kita
menjadi orang yang beruntung. Dalam keadaan apapun berusahalah untuk memohon
ampun dan menyebut nama Tuhan karena itulah setinggi-tinggi spiritual yang
dapat dilakukan oleh seorang hamba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar